Kamis, 26 Mei 2016

artikel sholat dan kesehatan



HUBUNGAN SHALAT DAN KESEHATAN MENTAL MANUSIA

Islam merupakan agama ketundukan dan kepasrahan. Sikap kepasrahan dan ketundukan itu, baik secara psikologis, sosialis, maupun antropologis, lebih bersifat batiniyah. Islam sebagai sikap pasrah, tunduk, dan patuh kepada Allah SWT, adalah pola wujud (mode of existence) seluruh alam. Jadi semua yang ada di dalam alam semesta ini merupakan wujud dari eksistensi ketundukan dan kepasrahan kepada Tuhan. Didalam Artikel ini akan membahas mengenai bagaimana hubungan shalat terhadap kesehatan mental manusia, sehingga kita dapat mengetahui sinergi yang diakibatkan shalat terhadap kesehatan mental manusia. Sementara itu, bentuk ketundukan dan kepasrahan manusia terhadap sang maha kuasa adalah dengan melaksanakan rukun Islam, yang dimana salah satunya adalah mengerjakan shalat.
Sementara itu, konsepsi kebahagiaan dan kesengsaraan manusia sebetulnya merupakan penerjemahan abstrak dari keadaan kesehatan mental manusia. Manusia sebagai makhluk yang memiliki akal dan perasaan tentunya manusia memiliki kesadaran mengenai problem yang mengganggu kejiwaannya. Sehingga istilah kesehatan manusia, bukanlah sebatas kesehatan dan kesegaran lahiriah sebagaimana selama ini disalah pahami kebanyakan orang. Maka penyebutan kesehatan mental di maksudkan sebagai suatu pandangan tentang kesehatan manusia secara menyeluruh dalam dirinya, baik jasmaniah maupun rohaniah.
Untuk membantu manusia dalam menghadapi dirinya yang sedang menghadapi berbagai macam masalah itu, maka Allah menyuruh kita untuk bersabar dan didampingi dengan melaksanakan shalat. Seperti kerap kali disampaikan, bahwa agama Islam meliki tiga ornamen sistem yang menopang bangunan keberagamaan kaum muslimin, yaitu Islam, Iman, dan Ihsan. Dalam pola penerapannya juga sering dikenal tiga perangkat: syariat, tarekat, dan makrifat serta hakikat (dua yang terakhir berada dalam satu tataran) dan jika boleh di ibaratkan Islam merupakan suatu bangunan yang kokoh yang di dalamnya tersusun oleh beberapa bagian yang  penting dan saling menguatkan. Sehingga, peran dari setiap bagian-bagian tersebut sangat penting  dan saling mempengaruhi satu sama lain.
Demikian mengikuti alur tersebut, pendekatan keberagamaan seorangpun juga mengenal tiga perspektif; sosial-historis (dari wacana Islam dan syariat), filosofis (dari wacana iman dan tarekat), dan spiritualistik (dalam wacana ihsan dengan makrifat dan hakikatnya).
Jika dikaitkan dengan struktur dimensi kemanusiaan dengan konsep ditiupkannya roh Ilahi, maka dapat dikatakan bahwa wacana Islam dengan pendekatan syariat dan penalaran sosial-historisnya merujuk pada dimensi manusia secara fisikan dan biologis. Wacana Islam dengan pendekatan tarekat dan penalaran filosofisnya bergerak pada dimensi ruh al-ma’ani  manusia. Terakhir adalah wacana ihsan dengan pendekatan spiritualistic dengan penalaran makrifat-hakikatnya bergerak pada doamain ruh al-hayat atau roh yang ditiupkan Allah yang diisyaratkan Allah dalam QS. Al-Hijr ayat 28-29:
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي خَالِقٌ بَشَرًا مِنْ صَلْصَالٍ مِنْ حَمَإٍ مَسْنُونٍ . فَإِذَا سَوَّيْتُهُ وَنَفَخْتُ فِيهِ مِنْ رُوحِي فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. Maka, apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan ke dalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.”
Konsep trilogi tersebut ternyata juga mewarnai konsepsi Islam dalam pola penyembuhan “penyakit” manusia, atau pandangan Islam terhadaap konsepsi kehehatan manusia.
Dalam perspektif kesehatan manusia ini, Islam membagi manusia baik secara jasmani dan rohani terbagi dalam tiga  segmen: pertama, jasmani dengan penanganan fisik yang di lakukan oleh bidang kedokteran; kedua, batin dengan penanganan psikologis; dan, ketiga, ataua terkahir adalah rohani dengan pola penanganan spiritual. Dengan pembagian pola tersebut, penangan “penyakit” manusia tersatukan dalam pola terpadu. Maka, penanganannya menjadi sempurna. Sebab pada hakikatnya, suatu penyakit dalam diri seseorang akan saling berpengaruh pada masing-masing aspek dari bagian diri dalam manusia tersebut.
Penyakit manusia di era modern sekarang ini, sudah semakin bergeser ke arah penyakit psikis seperti psychosomatic misalnya. Sehingga penanganan penyakit mental kemanusiaan, sudah saatnya bergerak pada pendekatan holistik. Tidak heran pada saat ini muncul pengobatan dengan cara spiritual. Namun, haltersebut belum masuk dalam pengobatan holistic.
Dalam diri manusia terdapat dua macam hormon yang bertolak belakang, atau mungkin juga bersifat timbal balik. Pertama, hormon endorphin yang sering diasosiasikan dengan keadaan stress positif seseorang. Stress positif ini adalah ketika pelarian psikologis manusia bersifat sugesti. Dalam tataran inilah letak do’a sangat berpengaruh dan sangat berperan bagi pengembalian mental seseorang. Kedua, hormon endrolin yang diasosiasikan dengan stress psikologi yang negatif yang mengasumsikan pendekatan fisik dan kejiwaan.
Dalam shalat terjadi hubungan rohani atau spiritual antara manusia dengan Allah. Dalam aksi spiritualisasi Islam, shalat dipandang sebagai munajat (berdoa dalam hati dengan khusu’) kepada Allah. Orang yang sedang shalat, dalam melakukan munajat, tidak merasa sendiri. Ia merasa seolah-olah berhadapan dengan Allah, serta didengarkan dan diperhatikan munajatnya.  Jika boleh di umpamakan, seperti  jika kita mendekatkan jari kita kemata kita maka kita tidak akan bisa melihat jari kita namun bisa merasakannya . Sama seperti saat shalat, kita tidak bisa melihat Allah. Namun, kita bisa merasakan bahwa Allah bersatu dengan tubuh kita. Suasana spiritualitas shalat yang demikian, dapat menolong orang mengungkapkan segala perasaan, keluhan dan permasalahannya kepada Allah. Dengan suasana shalat yang khusu’ itu pula orang memperoleh ketenangan jiwa (annafsul muthmainnah) karena merasa diri dekat dengan Allah dan memperoleh ampunannya.
Seperti yang kita tahu shalat merupakan berdo’a dalam hati dengan khusu’, artinya dalam keadaan seperti inilah manusia akan merasa percaya kepada Allah. Sehingga, dapat mencurahkan segala masalah yang ada di benaknya dengan tidak ada halangan satupun yang meghalanginya.
Apabila shalat wajib yang lima waktu kita tinjau dari segi kesehatan mental, maka akan dapat kita pahami mengapa shalat itu diwajibkan Allah dan apa sebab mengapa jumlahnya lima kali dalam shari semalam, mengapa waktu bagi masing-masingnya ditentukan pula dan tidak boleh didahului dan tidak boleh dilampaui. Dalam kajian ilmu kesehatan dalam satu hari semalam otak manusia membutuhkan relaksasi minimal 10 menit setiap hari. Artinya jika shalat kita minimal membutuhkan waktu 2 menit dalam setiap waktu, dapat kita hitung dengan kajian matematika bahwa 2x5 adalah 10. Sehingga, hal tersebut sudah mencukupi batasan minimum otak kita untuk berelaksasi.
Bagi manusia yang melaksanakan shalat wajib secara terus menerus dan melaksanakan shalat sunnah secara rajin. Dan semua shalat itu dilaksanakan secara khusu’ maka nilai-nilai kesehatan mental yang terkandung didalam ibadah shalat tersebut akan berpengaruh pada dirinya. Nilai-nilai kesehatan mental yang terdapat dalam ibadah shalat tersebut tertuang dalam bentuk fungsi shalat sebagai pengobat (curative), pencegah (preventive), pembina (constructive), dalam kesehatan mental.
A.    Shalat sebagai obat  bagi gangguan jiwa berkaitan erat dengan perawatan kejiwaan, yaitu orang yang melaksanakan shalat dengan baik, wudhunya sempurna, dilaksanakan tepat pada waktunya dan terpenuhi semua rukun dan syaratnya disertai dengan khusu’, maka Allah akan memberikan ampunan kepada orang tersebut. Dalam pandangan ahli jiwa, ampunan terhadap dosa dan kesalahan merupakan obat bagi gangguan kejiwaan, karena salah satu penyebab gangguan kejiwaan adalah merasa bersalah atau berdosa. Orang akan tergoncang jiwanya apabila ia merasa bersalah dan berdosa kepada Tuhan. Jadi dapat dikatakan bahwa shalat merupakan sarana pengobatan kejiwaan atau mempunyai fungsi kuratif terhadap penyakit dan gangguan kejiwaan. Dalam melaksanakan shalat sebagai obat atau pengobatan kejiwaan, tentu saja shalat itu dilaksanakan dengan dasar iman dan keyakinan akan kebenaran sifat-sifat Allah, terutama sifat yang sangat diperlukan oleh orang yang sedang mengharap dan mencari tempat mengeluh, mengadu dan mengungkapkan perasaan. Dalam perawatan dan pengobatan gangguan jiwa, terjadi dialog antara penderita dan konsultan. Penderita mengungkapkan perasaan, keluhan dan permasalahannya kepada konsultan, konsutan mendengarkan, memahami, dan memperhatikan perasaannya serta menerimanya. Dengan cara demikian, penderita merasa lega dan merasa tenang karena seluruh perasaan yang menggelisahkan sudah dapat diungapkan. Dengan pertemuan beberapa kali, penderita mengalami kesembuhan. Didalam melaksanakan shalat dapat di umpamakan bahwa manusia (hamba) sebagai penderita dan Allah sebagai konsultan. 
B.     Shalat sebagai pencegahan terhadap gangguan kejiwaan.
Manusia dalam kehidupannya selalu menghadapi berbagai macam problem dan cobaan hidup, hal yang tidak menyenangkan selalu terjadi. Dan dengan melaksanakan shalat lima waktu dengan khusu’ dan dilaksanakan secara terus menerus maka dapat dihindari perasaan yang tidak mengenakkan di hati, karena manusia selalu mengungkapkannya lima kali sehari melalui ibadah shalat dengan keyakinan bahwa pengungkapannya langsung didengar, dipahami dan diperhatikan oleh Allah karena Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Sedangkan bagi orang yang rajin shalat sunnah, akan merasakan ketenangan dan ketntraman batin yang lebih karena intensitas pengungkapan perasaan dan permohonan manusia dilakukan lebih sering, lebih dari lima kali sehari. Pada saat seseorang sedang shalat, maka seluruh alam fikiran dan perasaannya terlepas dari semua urusan dunia yang membuat dirinya stress. Sesaat jiwanya tenang, ada kedamaian dalam hatinya. Hal ini sejalan dengan pendapat para pakar stress yang menganjurkan orang agar memluk agama, menghayati dan mengamalkannya agar memperoleh ketenangan.
C.     Fungsi ibadah shalat sebagai Pembina kesehatan jiwa.
Sebagai pembina kesehatan jiwa manusia, shalat mempunyai manfaat memperkuat mental dan menambah kesehatan jiwa. Karena pendekatan kepada Allah lebih ditingkatkan dengan kesadaran dan kemauan untuk lebih banyak memperoleh kesempatan untuk menentramkan batin manusia.
Kalau terciptanya kesehatan jiwa dan shalat sunnah mempunyai pengaruh untuk menambah kuatnya mental manusia.
Agenda terbesar bagi agama-agama dewasa ini adalah mengeluarkan manusia dari problematika mental dan kejiwaannya yang semakin kritis akibat berbagai tekanan dan disorientasi kejiwaan. Kemunculan agama sejak awal sebenarnya memiliki salah stau tujuan sebagai daya penyembuh (as-syifa’). Maka jika agama kemudian justru semakin menambah problem kesehatan mental manusia, tentu ada yang tidak beres dalam pelaksanaan ajaran-ajaran agama itu sendiri. Demikian halnya dengan shalat. Ketika shalaat selalu dilaksanakan, akan tetapi mereka yang menjalankan belum bisa mendapatkan pencerahan jiwa, pasti ada yang salah dalam memahami dan memaknai shalalt yang dijalankannya. Tentu hal ini harus mendapatkan formulasi tepat, agar Islam benar-benar menjadi daya penyembuh optimal bagi berbagai problem manusia modern.
Melalui shalat yang benar dan khusu’ disertai pemahaman nilai spiritual dan rohani shalat tersebut. Insya Allah berbagai belenggu kejiwaan akan terurai, larut dalam energy ilahi yang memancar dari shalatnya itu. Kesembuhan dari penyakit rohani pada gilirannya akan mampu mengikis dan menghilangkan berbagai penyakit jasmani, bagaimanapun juga 85% penyakit rohanilah yang mempengaruhi dan mengakibatkan penyakit yang terjadi pada jasmani manusia. Dari hal itu, manusia akan benar-benar merasakan kebahagiaan hidup yang sempurna, tidak sekedar terbuai oleh janji kebahagiaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar